KISAH PERISTIWA KOPASSUS MEMBONGKAR KIRIMAN SENJATA DARI CIA
Central Intelligence Agency (CIA) kerap mencampuri kebijakan negara lain. Tercatat berkali-kali misi rahasia CIA di Indonesia terbongkar.
Lembaga intelijen AS ini bahkan terungkap pernah menyuplai senjata canggih dan uang para pemberontak yang ingin melawan pemerintah pusat. Aksi itu berhasil digagalkan oleh pasukan TNI.
Tahun 1958 Sumatera telah bergolak. Sebagian daerah yang tak puas pada pemerintah Jakarta mendirikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Para pemimpin CIA menunggani gerakan itu.
Senjata yang disuplai CIA cukup untuk mempersenjatai beberapa batalyon sekaligus. Tak cuma itu mereka juga mengirimkan uang dan truk untuk tentara PRRI.
Satu Kompi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) jadi ujung tombak TNI untuk merebut Pekanbaru dari tangan pemberontak. Tanggal 12 Maret 1968, pasukan baret merah yang kini bernama Kopassus ini berangkatkan dari Pangkal Pinang dengan pesawat Dakota untuk terjun di daerah landasan udara Simpang Tiga.
Tugas mereka merebut landasan itu agar pesaawt TNI AU bisa segera mendarat membawa perbekalan dan pasukan tambahan, Letnan Dua Benny Moerdani memimpin kompi itu bersama dua perwira RPKAD lainnya.
Informasi intelijen menyebutkan Simpang Tiga dan Pekanbaru dijaga 800 tentara PRRI. Tentunya risiko penerjunan besar sekali, mendarat tepat di jantung musuh.
Para pemberontak tak mengira pasukan dari Jakarta telah mendarat. Begitu melihat RPKAD terjun dari angkasa, mereka ambil langkah seribu. Sama sekali tak berani melakukan perlawanan. Pasukan PRRI begitu saja meninggalkan peralatan perang dan bantuan dari Amerika Serikat yang baru dikumpulkan di landasan.
Saat itulah Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Lettu Benny Moerdani, menendang sebuah peti kayu. Perwira muda RPKAD muda RPKAD itu terkejut setengah mati melihat isinya.
"Wah duit, Ben! Uang, gimana ini?" kata Dading.
"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny. Kisah ini ditulis dalam buku biografi Benny Moerdani Tragedi Seorang Loyalitas yang ditulis Julius Pour.
Selain uang, pasukan baret merah itu dikejutkan dengan persenjataan para pemberontak yang ditinggalkan. Jumlahnya melimpah. Semuanya senjata modern, bahkan ada bazooka, TNI sama sekali belum memiliki senjata-senjata secanggih itu.
Walau menerima bantuan senjata dari asing, rupanya PRRI tak punya semangat juang yang tinggi. Setelah Pekanbaru, berikutnya TNI bisa merebut Padang, Jambi, Medan, Jambi dan daerah-daerah yang dikuasai pemberontak.
Setelah Sumatera direbut TNI, para perwira CIA melarikan diri tunggang langgang secara memalukan. Kisah itu ditulis Tim Weiner dalam buku Membongkar Kegagalan CIA yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2008.
"Kelima perwira CIA yang berada di pulau tersebut lari menyelamatkan diri. Mereka berkendaraan sebuah jip sampai kehabisan bahan bakar, kemudian berjalan kaki melalui hutan lebat menuju pantai," tulis Tim Weiner.
Mereka pun terpaksa mencuri makanan di warung-warung di desa terpencil untuk mempertahankan hidup. Ketika sampai di pantai, mereka merebut sebuah perahu nelayan dan mengontak Stasiun CIA di Singapura.
"Sebuah kapal selam Angkatan Laut AS USS Tang kemudian datang menyelamatkan mereka."
Dengan lesu Bos CIA Allen Dules melapor pada Presiden Eisenhower kalau misi mereka gagal.
"Tampaknya tidak ada kemauan berperang di pihak pasukan pembangkang itu. Para pemimpin pemberontakan tidak mampu memberikan ide dan penjelasan kepada tentara mereka mengapa harus berperang. Ini memang perang yang sangat aneh," kata Dules.
Tak cuma itu, kepala operasi CIA di Indonesia Frank Wisner juga stres berat usai kegagalannya di Indoensia. Sejumlah laporan menyebut Wisner kehilangan kewarasannya dan kepalanya harus diterapi listrik.
"Aliran listrik itu bahkan cukup untuk menyalakan bohlam 100 watt," tulis Weiner.
0 komentar:
Posting Komentar