PRINSIP LOYALITAS KAPOLRI JENDERAL TITO TERHADAP PRESIDEN JOKOWI
Saat menjalani fit and proper test sebagai calon Kepala Kepolisian RI, Juni 2016, Tito Karnavian pernah ditanya anggota DPR. Saat itu Tito ditanya soal loyalitas pada Presiden Joko Widodo.
"Apakah saudara calon Kapolri loyal kepada Presiden?" kata politikus Partai Demokrat Benny Kabur Harman.
Tito yang saat itu masih menjabat Kepala BNPT menegaskan bahwa institusi Polri berada di antara loyalitas pada Presiden Jokowi dan penegakan hukum. Menurut Tito, dalam konteks pemerintahan, Polri harus patuh pada visi dan perintah negara. Namun secara beriringan tak boleh melanggar hukum.
"Dalam kontek eksekutif, penyelenggara negara, Polri harus loyal penuh terhadap presiden. Tapi dalam konteks yudikatif, penegakan hukum, maka kami harus loyal kepada hukum. Kami kira demikian pak," tuturnya.
Pertanyaan ini dilontarkan bukan tanpa alasan. Benny tak ingin Kapolri hanya dimanfaatkan kepentingan politis penguasa semata. Sebab, hukum ada di atas Presiden. Oleh karena itu Kapolri harus loyal hanya pada konstitusi.
Setelah menjadi Kapolri, Tito beberapa kali mengutarakan loyalitas Korps Bhayangkara pada Presiden dan Negara. Contohnya saat Presiden Jokowi memberikan arahan kepada anggota Polri di PTIK pada November 2016, Tito mengingatkan, Polri mengambil sosok dan figur yang juga menjadi panutan, yaitu Gadjah Mada yang setia dan loyal.
"Gadjah Mada sangat terkenal dengan pasukan dan tentaranya. Itu pasukan yang setia untuk yang setia untuk membela negara dan pimpinannya," kata Jenderal Tito di PTIK.
Itu menjadi doktrin dasar dalam hati setiap anggota Polri. Harus setia terhadap negara dan pimpinan. "Setuju?" tanya Tito kepada anggota Polri yang hadir mendengar pengarahan Presiden.
Dengan suara lantang dan tegas seluruh anggota Polri itu mengamini. "Setuju!".
Beberapa hari setelah itu, Kapolri Tito kembali menyatakan kesetian institusi Polri pada Presiden. Itu disampaikan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Markas Korps (Mako) Brigade Mobil (Brimob) di Depok, Jawa Barat, November 2016. Di hadapan ribuan anggota Brimob, Kapolri memerintahkan anak buahnya untuk tetap setia kepada Presiden Jokowi dan pemerintah yang sah. Dia kembali mencontohkan Gajah Mada yang terkenal dengan sumpah Satya Haprabu. Sumpah setia pada negara dan pimpinan.
"Doktrin ini kami artikan pada pimpinan yang sah, yang secara konstitusional sah. Dalam Pemilu Presiden 2014 yang sudah dilantik melalui proses konstitusional, pemelihan oleh masyarakat yang disebut pesta demokrasi terbaik dunia adalah Presiden Jokowi," kata Tito.
"Oleh karena itu kami sebagaimana prajurit negara, sebagaimana Patih Gajah Mada kami harus menunjukkan ketika ada dinamika-dinamika kami harus setia pada negara yang sah, pemerintah yang sah dan pimpinan negara yang sah. Oleh karena itu jangan ragu-ragu kepada doktrin ini, tidak boleh bingung, kalau ada yang berbeda pendapat boleh tapi kalau bicara NKRI, Bhinekka Tunggal Ika, persatuan, kami harus kembali ke doktrin satya prabu," tegas Tito.
Kesetian dan loyalitas Jenderal Tito pada presiden kembali diungkapkan saat rencana pembentukan Densus Anti korupsi ditunda. Polri sudah menyiapkan anggaran dan personel yang akan bertugas di Densus Antikorupsi. Namun, Presiden memutuskan agar pembentukan lembaga ini ditunda.
Kapolri menegaskan, pihaknya patuh pada keputusan Presiden Joko Widodo. "Polri loyal kepada Presiden. Perintah untuk tunda, kami tunda," kata Tito di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Kamis (26/10).
Meski ditunda, Guru Besar PTIK/STIK itu mengaku tetap mempersiapkan segala sesuatu hal yang bersangkutan dengan Densus Antikorupsi. Terlebih lagi satuan kerja atau personel yang nantinya fokus dalam menangani masalah korupsi.
"Kami tetap mempersiapkan seperti apa organisasinya kalau seandainya terjadi misalnya perubahan ya kita akan laksanakan," ucap Tito.
0 komentar:
Posting Komentar